It's been a very-very-very long time since my last post here.
Firstofall, sorry for the lack of updates... It's been a busy days lately, and my final examination is on the horizon. (MASTAHHHH LANGUAGE)
I still spare my time to play video games, illegally, and I learned how to play guitar. Who knows that the basics were quite simple (Bragging mode activated...). Also, I am working on my new short story in English. I wrote some short story, but never in English, as (I suppose) my second language. Anyway, as soon I complete the short story, I will post it here, if I have time.
Anyway, here's my older short story. Indonesian-languaged, but it's set in the US, in the Zombie Apocalypse. I wrote this story for my school task and if chosen, it will be posted in school magazine. It's been published before Christmas, and my short story didn't make it to the magazine. So, I thought y'all enjoy this story.
Comment, Like (or Dislike). Any critics will help.
Oh, one more thing. Because I'm too lazy to translate my story into English, there won't be any English version of this story
Hadiah Natal Untuk Alan
Hari
ini adalah tanggal 18 Desember 2015, berarti minggu depan adalah hari Natal.
Natal kali ini mungkin akan menjadi Natal paling berkesan dalam hidupku.
Tetapi, dalam arti negatif. Aku harus melewati Natal kali ini tanpa keluargaku,
yang tidak pernah aku temui lagi selama hampir satu tahun ini. Terakhir aku
melihat keluargaku adalah pada tanggal 10 Januari 2015, tepatnya pada jam
setengah 12 malam.
Tanggal
10 Januari adalah tanggal yang akan selalu ada di memoriku. Pada saat itu, aku
berlari bersama dengan orangtuaku. Ayahku, yang merupakan seorang marinir,
menembaki pada sesuatu yang sering aku lihat pada permainan video, sebuah
makhluk yang tidak berperasaan, tidak bernyawa, yang dikendalikan oleh nafsu
akan daging manusia. Mereka menyebutnya sebagai zombie. Saat itulah, penyelamat dalam bentuk sebuah mobil RV, yang
merupakan sebuah van besar yang memiliki perlengkapan dasar rumah seperti
tempat tidur, kulkas, kamar mandi, dan lainnya.
Aku
yang pertama kali masuk ke dalam RV tersebut. Ayahku adalah yang kedua masuk.
Ibuku berusaha untuk masuk, tetapi kakinya telah digenggam oleh zombie-zombie yang mengejar kami. Ayahku berusaha untuk melepaskan
genggaman zombie, tetapi ayahku
ditarik oleh zombie juga.
“Tutup
pintunya! Jalankan RV ini sekarang!” kata ayahku kepada supir dari RV tersebut,
yang merupakan rekan kerja ayahku, Mark. Kata-kata itu adalah kata terakhir
dari ayahku. Terpaksa, Mark akhirnya memutuskan untuk menutup pintu RV itu dan
meninggalkan zombie-zombie yang sedang
menyantap orangtuaku. Sejak saat itu, aku menjadi pengembara bersama dengan
Mark, dan anaknya, yang merupakan teman sekelasku, Danielle. Kami berusaha
untuk mencari sebuah tempat perlindungan.
Selama
perjalanan ini, aku telah belajar banyak hal. Yang paling penting adalah cara
melindungi diriku dari serangan zombie.
Itu berarti aku belajar bagaimana caranya menggunakan senjata api, dan
menggunakan berbagai senjata tajam. Tentu bukan hal yang biasa untuk seorang
anak berumur 14 tahun. Tetapi, dunia sudah berubah. Kita hanya perlu untuk
menyesuaikan diri kita.
“Hei,
Alan. Melamun saja, kau. Bagaimana jika kau mengambil barang yang kita butuhkan
dari toko itu denganku!” seru Danielle, sambil bersiap-siap untuk keluar dari
RV ini.
“Ah,
sebentar lagi. Aku bersiap-siap terlebih dulu,” jawabku sambil mengambil
pedangku dan senjataku.
“Sebaiknya
kau bergegas, Alan. Sebentar lagi ayahku akan selesai mengisi bensin, dan aku
tidak mau membuat dia menunggu,” katanya.
Tiba-tiba,
Aku melihat segerombolan zombie dari
jauh, yang sepertinya mengejar kita. Aku berteriak kepada Mark untuk segera
meyelesaikan pengisian bensin dan pergi dari pom bensin ini. Mark langsung
masuk ke dalam RV, menyalakan mesinnya, tetapi tidak langsung menjalankan RV
ini.
“Apa
yang kita tunggu, yah! Cepat keluar dari tempat ini!” seru Danielle
“Aku
hanya menunggu waktu yang tepat, anakku. Alan, saat aku bilang tembak, tembak
salah satu pompa bensin!” sahut Mark kepadaku.
Aku
menunggu. Ketika RV sudah dijalankan, Mark memberiku aba-aba untuk menembak. Setelah aku menembak, ada ledakan
besar yang membunuh zombie yang
mengejar kami. Sekarang, kami bisa beristirahat untuk sejenak, dan melanjutkan
perjalanan kami.
“Hei,
seminggu lagi Natal. Aku ingin tahu apa yang kalian sangat inginkan untuk tahun
ini,” kata Mark yang menanyai aku dan Danielle.
“Aku
tidak ingin apa-apa, yah. Masih bisa selamat dari segerombolan zombie adalah hadiah yang sangat
spesial, yang telah aku dapatkan dari Tuhan. Aku tidak meminta lebih dari itu,”
jawab Danielle. Begitulah Danielle, masih bisa menemukan apa yang bisa
disyukuri dari masa-masa sulit.
“Aku
tidak menyangka jawabanmu, Dani. Ayah sangat bangga padamu. Kau masih bisa
bersyukur atas hal-hal yang orang bisa lupakan. Bagaimana denganmu, Alan. Apa
yang sangat kau Inginkan?” tanya Mark beralih kepadaku.
Setiap
Natal yang aku ingat, aku selalu diberikan buku, bisa buku bacaan ringan maupun
buku pengetahuan yang berat. Aku tidak pernah meminta lebih dari itu. Tetapi
tahun ini, aku meminta yang lain, lebih dari buku.
“Aku
ingin keluargaku kembali,” kataku sambil berlinang air mata. “Aku ingin semua
ini selesai! Tidak ada lagi kiamat zombie!
Aku ingin kembali ke keadaanku sebelumnya!”
Mark
menghentikan RV-nya, lalu memelukku. Sepertinya dia ingin menenangkan aku dari
segala kesedihan dan kemarahanku. Danielle juga tiba-tiba ikut memelukku.
“Aku
tahu itu hal yang bodoh yang pernah aku minta. Tetapi aku sekarang hanyalah
sebatang kara. Aku tidak mempunyai siapa-siapa,” kataku sambil bercucuran air
mata.
“Itu
bukan hal bodoh, Alan. Kau sudah melewati banyak hal dalam umurmu yang masih
muda. Memang, orangtuamu mati demi menyelamatkanmu. Tetapi kau bukanlah
sebatang kara. Kau mempunyai kami, aku dan Dani. Kau sudah menjadi bagian dari
keluarga,” kata Mark yang masih mencoba menenangkan aku.
Kemarahan
dan kesedihanku sudah sedikit mereda. Walaupun Mark menganggap aku sebagai
bagian dari keluarga mereka, aku belum bisa menerima kenyataan bahwa orangtuaku
mati demi menyelamatkanmu. Memangnya aku ini apa? Penyelamat? Apa yang mereka
lihat dariku?
Beberapa
hari telah berlalu. Sejak awal perjalanan kami sekitar 11 bulan yang lalu, kami
sudah menyusuri seluruh Amerika dan pelosoknya, tetapi kami belum saja
menemukan tempat perlindungan yang aman bagi kami. Tidak ada tempat
perlindungan di Amerika. Jikalau ada, tempat itu sudah ditinggalkan oleh orang
karena perlindungan yang buruk. Kami menemukan petunjuk bahwa ada tempat
perlindungan di Alaska. Itulah tujuan kami berikutnya.
“Kita
beruntung. Alaska adalah tempat yang sangat indah. Pemandangannya sangat
bagus,” kata Mark sambil memasuki RV setelah mengambil senjata dan amunisi dari
toko persenjataan.
“Ayah,
dimana itu Alaska?” tanya Danielle.
“Saat
itu kau masih sangat kecil. Mungkin kau tidak akan mengingatnya. Alaska itu ada
di barat laut Kanada. Maka dari itu di sana terdapat banyak salju,” jelas Mark.
Keesokan
harinya, kami telah memasuki Kanada. Tidak banyak zombie di situ. Sebenarnya, sejak musim dingin, lebih sedikit zombie yang berkeliaran di jalan.
Mungkin inilah kuncinya. Mungkin zombie
tidak tahan dengan suhu udara yang rendah.
“Hei,
apakah kalian menyadari bahwa selama musim dingin, kita melihat lebih sedikit zombie dibanding pada saat musim panas?”
kataku dengan heran.
“Oh
iya. Biasanya kita melihat setidaknya 10 zombie
setiap harinya. Pada musim dingin, kita hanya melihat zombie saat kita diserang di pom bensin dulu,” kata Mark
“Mungkin
saja zombie tidak tahan dengan udara
dingin. Atau mereka seperti berhibernasi. Atau mereka hanya malas keluar untuk
mencari makan,” kata Danielle.
Tiba-tiba
saja, RV mengalami kerusakan. Saat Mark memeriksa mesinnya, aku dan Danielle
keluar untuk mencari rusa sebagai makan malam. Tetapi tiba-tiba, Danielle
melihat zombie yang bersiap-siap
untuk menerkam kami. Aku membunuh zombie
tersebut dengan pedangku, dan darah zombie
melekat di pedangku. Darah tersebut menarik perhatian dari sekumpulan serigala
yang bersiap untuk menerkam aku dan Danielle.
Aku
dan Danielle berlari menuju RV. Ketika sampai di RV, Mark melihat kami dikejar
oleh serigala dan menembak serigala tersebut dengan senjatanya. Mark mengatakan
bahwa mulai dari situ, kami harus berjalan menuju Alaska.
Tiga
hari kemudian, aku memperkirakan kami hanya berjarak sepuluh hari berjalan dari
Alaska. Kami menemukan sebuah rumah mewah yang ditinggalkan oleh pemiliknya.
Kami bermalam di sana, dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan kami ke Alaska.
“Danielle,
Alan, aku punya hadiah untuk kalian. Ini hari Natal, bukan?” kata Mark kepadaku
dan Danielle, yang sedang bersiap-siap untuk tidur di kamar tidur rumah
tersebut.
“Hadiah
apa, yah?” tanya Danielle penasaran.
“Aku
ingin memberimu ini. Ini adalah kalung kepunyaan ibumu. Dia memberika kalung
ini kepadaku di malam sebelum dia meninggal 2 tahun lalu. Sekarang, ini adalah
kepunyaanmu. Agar pertanda bahwa ibumu selalu menjagamu,” kata Mark sambil
memberikan kalung emas itu dan memakaikannya ke Danielle.
“Terima
kasih, yah,” jawab Danielle berterimakasih.
“Alan,
di tanganku, aku mempunyai ini. Ayahmu yang memberikan ini kepadaku. Ini adalah
obat untuk menyembuhkan zombie. Aku
sudah pernah mencobanya beberapa kali selama perjalanan kita. Minggu lalu, kau
mengatakan bahwa kau ingin untuk mengakhiri ini semua. Sepertinya, Tuhan
memberikan apa yang kau mau,” Kata Mark sambil menunjukkan sebuah botol yang
berisi cairan berwarna merah seperti darah.
“Terima
kasih, Mark. Aku tidak bisa berkata-kata lagi,” jawabku sambil memeluk Mark.
“Kau
tahu, apa yang ayahmu katakan pada 10 Januari 2015, sebelum dia pulang kerja?
Dia mengatakan bahwa aku akan menggantikan sebagai ayah bagimu ketika dia sudah
meninggal. Aku tidak menyangka bahwa itu terjadi pada malam harinya,” kata
Mark.
“Terima
kasih atas segalanya, yah,” kataku. Aku sudah mendapatkan hadiah Natal yang aku
mau. Hanya saja aku tidak pernah menyadarinya sampai sekarang.
Natal
kali ini merupakan Natal yang cukup mengharukan bagiku. Semuanya terasa aman
dan hangat di tengah-tengah kekacauan dunia. Hanya saja, momen ini tidak
berlangsung lama. Keesokan harinya, kami sudah dikepung oleh banyak zombie dari berbagai arah. Zombie itu menggedor-gedor pintu seperti
orang gila. Demi menyelamatkan keluargaku, aku mengorbankan diriku sebagai
umpan untuk menyingkirkan zombie dari
“ayahku” dan ‘saudaraku’. Aku tergigit sekali, tetapi aku tidak langsung
berubah seperti orang-orang lain. Bahkan setelah aku menuju tempat RV “ayahku”
rusak, aku tidak berubah.
Sekarang
aku tahu mengapa ayahku ingin aku selamat, dan aku tahu darimana ayahku
mendapatkan obatnya.
A.D.